30 September 2013

Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah



Pengaruh Penyajian Neraca Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan terhadap 
Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Abstract

The purpose of this research is to empirically examine whether the presentation of balance sheet and accessibility of financial reports have a positive influence on enhancing transparency and accountability in the management of local finance. Balance sheet is one component of financial report which should be provided by local government as regional autonomy has been launched. And it is inevitable that financial reports must be transparent and accessible for various parties (stakeholders) since the purpose of activities run by government is to fulfill the mandate of citizen.

This research was carried out in some local government in the Province of Special Region of Yogyakarta, during two months from September to October 2005. The method used to collect data is through survey questionnaire of which the respondents were the members of local legislative council and the local people. The larger parts of questionnaire are distributed to the members of local legislative council rather than local people since the members of legislative are actual (primary) user of the financial reports while local people are the normative ones for this time. The result of this research is that both of balance sheet and accessibility of financial reports have a significant positive effect on enhancing transparency and accountability in the management of local finance (F-test value of 31.225 at significance level of 0.00).

Keywords: financial reports, accessibility, transparency and accountability.



PENDAHULUAN

Perhatian terhadap isu transparansi dan akuntabilitas keuangan publik di Indonesia semakin meningkat dalam dekade terakhir ini. Hal ini terutama disebabkan oleh dua faktor berikut:
  1. Krisis ekonomi dan turbulen fiskal telah memberi kontribusi terhadap erosi substansial kepercayaan publik terhadap pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara.
  2. Desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, sebagai konsekuensi dari otonomi daerah, telah menyebabkan perubahan signifikan dalam komposisi pengeluaran anggaran pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Sebagai salah satu konsekuensinya, Pemerintah harus dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara (pusat dan daerah). Salah satu prasyarat untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan melakukan reformasi dalam penyajian laporan keuangan, yakni pemerintah harus mampu menyediakan semua informasi keuangan relevan secara jujur dan terbuka kepada publik, karena kegiatan pemerintah adalah dalam rangka melaksanakan amanat rakyat.

Steccolini (2002) menyatakan bahwa laporan tahunan (laporan keuangan), meskipun belum melaporkan akuntabilitas secara keseluruhan dari entitas pemerintahan, secara umum dipertimbangkan sebagai media utama akuntabilitas (pendapat lainnya: Boyne dan Law, 1991; Ryan et al., 2000; Taylor dan Rosair, 2000; Coy et al., 2001; Mack et al., 2001). Pendapat senada dikemukakan oleh Ryan et al. (2002) yang menyatakan bahwa ada dua tujuan yang diterima secara umum dari pelaporan tahunan sektor publik yaitu accountability (akuntabilitas) dan decision usefulness (pengambilan keputusan).

Undang-undang yang mengatur mengenai akuntabilitas sektor publik sedang mengalami perubahan mendasar, dengan penekanan pada peranan sistem akuntansi dalam pengukuran dan pengevaluasian baik kinerja keuangan maupun pelayanan, mendorong pengungkapan dan pengkomunikasian hasil-hasil kepada stakeholders. Sebagai konsekuensinya, di berbagai negara, pelaporan eksternal sedang ditansformasikan agar lebih konsiten dengan kebutuhan akuntabilitas baru (Guthrie et al., 1998; Guarini, 1999; dalam Steccolini, 2002).

Dalam kaitannya dengan penyajian laporan keuangan daerah, telah terjadi reformasi mendasar sejak berlakunya Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung-jawaban Keuangan Daerah. PP tersebut mengharuskan kepala daerah untuk menyusun dua jenis laporan keuangan yang baru yaitu: Neraca Daerah dan Laporan Arus Kas. Akan tetapi, upaya perbaikan di bidang penyajian pelaporan keuangan daerah ini nampaknya belum dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah daerah. Pada kenyataannya, berdasarkan survey ke sejumlah pemda, pemerintah daerah tidak serta-merta dapat menyusun dua buah laporan keuangan baru tersebut, terutama neraca. Belum dimilikinya neraca oleh pemerintah daerah disebabkan, antara lain, karena sistem dan pelaporan yang selama ini ada belum kondusif ke arah tersebut (Halim, 2002). Masalah lainnya adalah publikasi laporan keuangan oleh pemerintah daerah (melalui surat kabar, internet, atau dengan cara lain) nampaknya belum menjadi hal yang umum.

Menurut Jones et al. (1985) dalam Steccolini (2002), ketidakmampuan laporan keuangan dalam melaksanakan akuntabilitas, tidak saja disebabkan karena laporan tahunan yang tidak memuat semua informasi relevan yang dibutuhkan para pengguna, tetapi juga karena laporan tersebut tidak dapat secara langsung tersedia dan aksesibel pada para pengguna potensial. Sebagai konsekuensinya, penyajian laporan keuangan yang tidak lengkap dan tidak aksesibel dapat menurunkan kualitas dari transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.
Dalam kaitannya dengan masalah ini, tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:
  1. Untuk mengetahui apakah penyajian neraca daerah berpengaruh positif terhadap upaya menciptakan transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.
  2. Untuk mengetahui apakah aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh positif terhadap upaya menciptakan transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.
  3. Untuk mengetahui apakah penyajian neraca daerah dan aksesibilitas laporan keuangan secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap upaya menciptakan transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.
TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Transparansi dan Akuntabilitas Keuangan Daerah
Reformasi dalam pemerintahan di Indonesia tidak terlepas dari semangat penegakan demokrasi. Istilah ‘demokrasi’ mengisyaratkan setidaknya tiga elemen esensial: transparansi, akuntabilitas dan keadilan (Shende dan Bennett, 2004). Transparansi merupakan suatu kebebasan untuk mengakses aktivitas politik dan ekonomi pemerintah dan keputusan-keputusannya. Transparansi memungkin semua stakeholders dapat melihat struktur dan fungsi pemerintahan, tujuan dari kebijakan dan proyeksi fiskalnya, serta laporan (pertanggungjawaban) periode yang lalu. Akuntabilitas mengandung arti pertanggungjawaban, baik oleh orang-orang maupun badan-badan yang dipilih, atas pilihan-pilihan dan tindakan-tindakannya. Konsep keadilan berarti bahwa masyarakat diperlakukan secara sama di bawah hukum, dan mempunyai derajat yang sama dalam partisipasi politik dalam pemerintahannya (Shende dan Bennett, 2004).

Transparansi, akuntabilitas dan keadilan merupakan atribut yang terpisah. Akan tetapi, dua istilah yang pertama adalah tidak independen, sebab pelaksanaan akuntabilitas memerlukan transparansi (Shende dan Bennett, 2004). Sementara itu, Mohamad dkk. (2004) menyatakan bahwa esensi dari demokrasi adalah akuntabilitas, sedangkan esensi dari akuntabilitas adalah keterbukaan (transparansi). Mohamad dkk. (2004) berpendapat bahwa akuntabilitas muncul sebagai jawaban terhadap permasalahan information asymmetry. Teori asimetri informasi beranggapan bahwa banyak terjadi kesenjangan informasi antara pihak manajemen yang mempunyai akses langsung terhadap informasi dengan pihak konstituen atau masyarakat yang berada di luar manajemen. Scott (1997) menjelaskan bahwa kelanggengan suatu organisasi ditentukan oleh kemampuan untuk menciptakan informasi yang terbuka, seimbangan dan merata bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).

Akuntabilitas keuangan merupakan pertanggungjawaban mengenai integritas keuangan, pengungkapan, dan ketaatan terhadap peraturan perundangan-undangan. Sasaran pertanggungjawaban ini adalah laporan keuangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku mencakup penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang oleh instansi pemerintah (LAN dan BPKP, 2000). Transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Artinya, informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan (Mardiasmo, 2000). Transparansi mengisyaratkan bahwa laporan tahunan tidak hanya dibuat tetapi juga terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat, karena aktivitas pemerintah adalah dalam rangka menjalankan amanat rakyat. Sekarang ini, banyak negara mengklasifikasikan catatan atau laporan sebagai Top Secret, Secret, Confidential dan Restricted, dan Official Secrets Acts membuat unauthorized disclosure terhadap suatu criminal offence. Kultur secara umum di banyak negara, baik negara maju maupun negara berkembang, adalah kerahasian (Shende dan Bennet, 2004).

Instrumen utama dari akuntabilitas keuangan adalah anggaran pemerintah, data yang secara periodik dipublikasikan, laporan tahunan dan hasil investigasi dan laporan umum lainnya yang disiapkan oleh agen yang independen. Anggaran tahunan secara khusus mempunyai otoritas legal untuk pengeluaran dana publik, sehingga proses penganggaran secara keseluruhan menjadi relevan untuk manajemen fiskal dan untuk melaksanakan akuntabilitas keuangan dan pengendalian pada berbagai tingkat operasi (Shende dan Bennet, 2004). Reformasi di bidang pengelolaan keuangan daerah terus bergulir yang ditandai dengan keluarnya PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai pengganti dari PP yang mendahuluinya (PP No. 105 Tahun 2000). Hal ini merupakan upaya sinkronisasi menyusul keluarnya paket undang-undang pengelolaan keuangan negara (UU 17 Tahun 2003, UU No. 1 Tahun 2004, dan UU No. 15 Tahun 2004) dan revisi paket undang-undang otonomi daerah (UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004) serta PP No 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Dalam PP 58 tahun 2005 (Pasal 1), keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah terebut. Bila dilihat dari ruang lingkupnya, keuangan daerah meliputi kekayaan daerah yang dikelola langsung oleh pemerintah daerah dan kekayaan daerah yang dipisahkan pengurusannya. Kekayaan daerah yang dikelola langsung oleh pemerintah daerah meliputi APBD dan barang-barang inventaris milik daerah. Sedangkan kekayaan daerah yang dipisahkan pengurusannya meliputi badan-badan usaha milik daerah (Halim, 2002). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah adalah pertanggungjawaban pemerintah daerah berkenaan dengan pengelolaan keuangan daerah kepada publik secara terbuka dan jujur melalui media berupa penyajian laporan keuangan yang dapat diakses oleh berbagai pihak yang berkepentingan dengan anggapan bahwa publik berhak mengetahui informasi tersebut.

Laporan Keuangan Daerah
Tujuan penyajian laporan keuangan sektor publik menurut Governmental Accounting Standard Board (GASB, 1998) adalah sebagai berikut:
  1. Untuk membantu memenuhi kewajiban pemerintah untuk menjadi akuntabel secara publik;
  2. Untuk membantu memenuhi kebutuhan para pengguna laporan yang mempunyai keterbatasan kewenangan, keterbatasan kemampuan atau sumber daya untuk memperoleh informasi dan oleh sebab itu mereka menyandarkan pada laporan sebagai sumber informasi penting. Untuk tujuan tersebut, pelaporan keuangan harus mempertimbangkan kebutuhan para pengguna dan keputusan yang mereka buat.
Sementara itu, bila dilihat dari jenis laporan keuangan yang disusun pemerintah daerah sampai saat ini telah mengalami dua perkembangan. Perkembangan pertama, di dalam PP No. 105 tahun 2000 (Pasal 38) sebagaimana ditindaklanjuti dengan Kepmendagri No. 29 tahun 2002 (Pasal 81) laporan keuangan yang harus disajikan secara lengkap pada akhir tahun oleh kepala daerah terdiri dari:
  1. Laporan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
  2. Nota Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
  3. Laporan Aliran Kas; dan
  4. Neraca Daerah.
Dalam perkembangan berikutnya, dengan terbitnya UU No. 17 tahun 2003, pada Pasal 31 dinyatakan bahwa laporan keuangan yang harus disajikan oleh kepala daerah setidak-tidaknya meliputi:
  1. Laporan Realisasi APBD;
  2. Neraca;
  3. Laporan Arus Kas; dan
  4. Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah.
Neraca Daerah
Penyajian laporan keuangan berupa neraca adalah penting, sebab pemerintah umumnya mempunyai jumlah aset yang signifikan dan utang, pengungkapan atas informasi ini merupakan suatu elemen dasar dari transparansi fiskal dan akuntabilitas (Diamond, 2002). Di samping itu, seiring dengan tuntutan yang dikehendaki dalam PP No. 11 tahun 2001 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah, neraca pembukaan (neraca yangg pertama kali dibuat) menjadi sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap pemerintah daerah. Sebab, bila sistem informasi keuangan daerah (SIKD) ingin menghasilkan laporan keuangan secara lengkap pada akhir tahun, maka perlu terlebih dahulu disusun neraca pembukaan (opening balance). Apabila hal ini tidak segera diantisipasi oleh pemerintah daerah, maka bukan tidak mungkin reformasi dalam keuangan daerah menjadi terkesan lamban dan mandul (Halim, 2002).
Persoalan yang muncul saat ini berkaitan dengan penyusunan neraca adalah:
  1. belum dimilikinya neraca oleh pemerintah daerah karena sistem dan pelaporan yang selama ini ada belum kondusif ke arah tersebut;
  2. bagaimana pengertian awal dan akhir pada neraca pemerintah daerah, mengingat organisasi pemerintah daerah sudah eksis jauh sebelum masa reformasi (Halim, 2002) .
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 1, alinea 43, (PP No. 24 tahun 2005) dinyatakan bahwa neraca mencantumkan sekurang-kurangnya pos-pos berikut: kas dan setara kas; investasi jangka pendek; piutang pajak dan bukan pajak; persediaan; investasi jangka panjang; aset tetap; kewajiban jangka pendek; kewajiban jangka panjang; dan ekuitas dana.
Informasi keuangan di dalam neraca dapat memberikan maanfaat sebagai berikut:
  • Meningkatkan akuntabilitas untuk para manajer (kepala daerah dan para pejabat pemda) ketika mereka menjadi bertanggung jawab tidak hanya pada kas masuk dan kas keluar, tetapi juga pada aset dan utang yang mereka kelola;
  • Meningkatkan transparansi dari aktivitas pemerintah. Pemerintah umumnya mempunyai jumlah aset yang signifikan dan utang, pengungkapan atas informasi ini merupakan suatu elemen dasar dari transparansi fiskal dan akuntabilitas.
  • Memfasilitasi penilaian posisi keuangan dengan menunjukkan semua sumber daya dan kewajiban.
  • Memberikan informasi yang lebih luas yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan (Diamond, 2002).
Sebaliknya, dengan tidak adanya informasi seperti yang dilaporan dalam neraca akan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut:
  • Pengaruh dari transaksi keuangan pada pemerintah daerah dalam suatu periode tidak tercermin secara penuh, misalnya tidak ada pelaporan mengenai piutang pajak, saldo aktiva persediaan, aktiva dalam konstruksi, kewajiban saat ini untuk menyerahkan (membayar) sejumlah uang atau barang di masa yang akan datang, dsb.
  • Akuntabilitas terbatas pada penerimaan dan penggunaan kas dan mengabaikan transparansi dan akuntabilitas untuk pengelolaan aset dan utang;
  • Tidak memfasilitasi penilaian posisi keuangan karena tidak menunjukkan semua sumber daya dan kewajiban.
  • Informasi yang dibutuhkan tidak memadai untuk pengambilan keputusan yang lebih baik.
Aksesibilitas Laporan Keuangan
Ketidakmampuan laporan keuangan dalam melaksanakan akuntabilitas, tidak saja disebabkan karena laporan tahunan yang tidak memuat semua informasi relevan yang dibutuhkan para pengguna, tetapi juga karena laporan tersebut tidak dapat secara langsung tersedia dan aksesibel pada para pengguna potensial (Jones et al., 1985). Oleh karena itu, pemerintah daerah harus meningkatkan aksesibilitas laporan keuangannya, tidak sekedar menyampai-kannya ke DPRD saja, tetapi juga memfasilitasi masyarakat luas agar dapat mengetahui atau memperoleh laporan keuangan dengan mudah. Akuntabilitas yang efektif tergantung kepada akses publik terhadap laporan pertanggungjawaban maupun laporan temuan yang dapat dibaca dan dipahami. Dalam demokrasi yang terbuka, akses ini diberikan oleh media, seperti surat kabar, majalah, radio, stasiun televisi, dan website (internet); dan forum yang memberikan perhatian langsung atau peranan yang mendorong akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat (Shende dan Bennet, 2004).

Dalam UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pasal 103, dinyatakan bahwa informasi yang dimuat dalam sistem informasi keuangan daerah (SIKD) adalah data terbuka yang dapat diketahui, diakses dan diperoleh oleh masyarakat. Ini berarti bahwa pemerintah daerah harus membuka akses kepada stakeholder secara luas atas laporan keuangan yang dihasilkannya, misalnya dengan mempublikasikan laporan keuangan daerah melalui surat kabar, internet, atau cara lainnya.
Informasi yang dimuat di dalam SIKD tersebut, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 102, UU No. 33 tahun 2004, mencakup:
  1. APBD dan laporan realisasi APBD provinsi, kabupaten, dan kota;
  2. neraca daerah;
  3. laporan arus kas;
  4. catata atas laporan keuangan daerah;
  5. dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan;
  6. laporan keuangan Badan Usaha Milik Daerah;
  7. data yang berkaitan dengan kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal daerah.
Penelitian Terdahulu
Anondo (2004) meneliti tentang laporan pertanggungjawaban pemerintah daerah sebagai perwujudan akuntabilitas publik. Hasil penelitiannya, antara lain, menyimpulkan bahwa laporan pertanggungjawaban keuangan daerah dan laporan pertanggungjawaban kinerja kepala daerah berpengaruh positif terhadap akuntabilitas publik pemerintah kabupaten/kota.

Yuliari (2003) meneliti tentang kebutuhan dan permintaan stakeholder akan informasi pelaporan keuangan pemerintah. Hasil penelitiannya antara lain mengidentifikasi hal penting yang diinginkan stakeholder sehubungan dengan pelaporan keuangan pemerintah pusat, antara lain, stakeholer membutuhkan informasi yang terklasifikasi ke dalam aktiva dan pasiva; para pengamat ekonomi dan badan eksekutif pemerintah membutuhkan informasi daftar hutang dan pembayarannya.

Steccolini (2002) meneliti tentang hubungan penyajian laporan tahunan pemerintah daerah dengan akuntabilitas: apakah laporan tahunan tersebut merupakan medium untuk akuntabilitas. Sampel penelitiannya adalah sejumlah pemerintah daerah di Italia. Analisis dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa laporan tahunan nampaknya digunakan untuk pelaksanaan akuntabilitas kepada pengguna internal, bahkan tidak jelas apakah laporan tersebut benar-benar dibaca atau tidak. Sementara itu, laporan tersebut tidak mempunyai peranan yang signifikan dalam pengkomunikasian kepada pengguna eksternal, sehingga peranan laporan keuangan aktual dan derajat akuntabilitas di pemda-pemda di Italia perlu dipertanyakan.

Priest et al. (1999) melakukan survey kepada para pengguna aktual dan potensial atas laporan keuangan pemerintah daerah di Western Australia, menemukan sekitar 15% dari respondennya tidak tertarik dengan laporan keuangan dan sekitar setengah dari respondennya mengindikasikan bahwa mereka tidak membacanya karena laporan tersebut tidak aksesibel.

Collins et al. (1991) melakukan penelitian tentang akses pihak eksternal terhadap informasi keuangan. Hasil penelitiannya menemukan bahwa tidak terbukti adanya pihak eksternal yang dapat memiliki akses terhadap informasi keuangan pemerintah. Ini menunjukkan bahwa laporan keuangan pemerintah masih belum menjadi public good.

Penelitian yang serupa dilakukan oleh Tayib (1994) dalam Yuliari (2003) yang meneliti tentang akses pengguna laporan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada keterbatasan akses pelaporan keuangan, misalnya laporan hanya aksesibel untuk konsultan, auditor; sedangkan pembayar pajak sama sekali tidak memiliki akses.

Pengembangan Hipotesis
Dalam kaitannya dengan penyajian laporan keuangan daerah, pertanyaan yang muncul adalah apakah laporan keuangan yang selama ini disajikan oleh pemerintah daerah telah memberi kontribusi signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan?. Apakah pemda telah menyajikan semua informasi keuangan relevan yang dibutuhkan oleh para pengguna?, dan apakah para pengguna sudah dapat mengakses laporan keuangan tersebut dengan mudah?. Dalam kaitannya dengan masalah ini, setidaknya terdapat dua tuntutan yang dihadapi oleh pemda pada saat ini. Tuntutan pertama adalah sejak tahun 2000, dengan keluarnya PP No. 105 Tahun 2000, pemda dituntut untuk menyajikan neraca daerah yang sebelumnya tidak diwajibkan untuk dibuat. Untuk itu, hipotesis pertama yang diajukan adalah sebagai berikut:

H1: Penyajian neraca daerah berpengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.
Tuntutan kedua adalah pemda dituntut untuk menyampaikan informasi keuangan tersebut secara terbuka atau dapat diakses oleh masyarakat, misalnya dengan mengembangkan SIKDA (UU No. 33 Tahun 2004). Untuk itu, diajukan hipotesis kedua sebagai berikut:

H2: Aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah penyajian neraca daerah dan aksesibilitas laporan keuangan secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap upaya mewujudkan transparansi dan akuntabilitas keuangan. Untuk itu, diajukan hipotesis ketiga sebagai berikut:

H3: Penyajian neraca daerah dan aksesibilitas laporan keuangan secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.

METODOLOGI PENELITIAN

Teknik Pengumpulan Data, Populasi dan Sampel
Pengumpulan data dalam penelitian ini akan dilakukan melalui survey kuesioner terhadap para pengguna eksternal laporan keuangan pemerintah daerah. Lokasi penelitian terbatas di wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan demikian, populasi dalam penelitian ini adalah pengguna eksternal laporan keuangan pemerintah daerah di wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi survey yang dipilih sebagai sampel adalah Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo dan Kota Yogyakarta.

Penyampelan atas responden (pengguna laporan keuangan) dilakukan dengan teknik purposive sampling, suatu teknik pemilihan sampel berdasarkan kriteria tertentu (Cooper dan Schindler, 2001), dimana responden akan diprioritaskan kepada para anggota DPRD dan diperluas ke masyarakat seperti pembayar pajak (hotel, restoran, perusahaan konstruksi) dan akademisi. Akan tetapi, penyaji laporan (pengguna internal) tidak akan dipilih menjadi responden. Teknik penyampelan ini diambil berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:
  1. Anggota DPRD adalah pengguna utama aktual laporan keuangan yang disajikan pemda, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Masyarakat sebagai stakeholder pemerintah merupakan pengguna potensial laporan keuangan pemda. Mereka mempunyai rentang variabilitas pemahaman dan kepedulian akan laporan keuangan yang sangat tinggi, sehingga untuk meningkatkan kualitas data akan dipilih individu-individu atau kelompok yang representatif.
  3. Untuk meningkatkan presisi dan objektivitas persepsi, yang dipilih sebagai responden tidak termasuk pihak penyaji laporan keuangan. Pihak penyaji yang dimaksud adalah pihak pemerintah daerah itu sendiri (eksekutif): kepala daerah dan para kepala satuan kerja (dinas, badan, kantor).
Kuesioner
Kuesioner dalam penelitian ini dirancang untuk penelitian kuantitatif. Oleh karena itu, bentuk pertanyaan dalam kuesioner bersifat close-ended questions agar memudahkan dalam pengukuran respon. Skala pengukuran respon yang digunakan adalah 5 (lima) poin skala likert.

Model Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel independen yaitu penyajian neraca daerah dan aksesibilitas laporan keuangan yang akan diteliti pengaruhnya terhadap kualitas transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah, sebagai variabel dependen. Dengan demikian, model penelitiannya dapat digambarkan sebagai berikut:




Konsep transparansi dan akuntabilitas secara pengertian dapat dibedakan, tetapi dua istilah tersebut tidak independen, karena pelaksanaan akuntabilitas memerlukan adanya transparansi (Shende dan Bennet, 2004). Oleh karena itu, untuk kepentingan penelitian ini, istilah transparansi dan akuntabilitas dipandang sebagai satu variabel yang tak terpisahkan.

Analisis Regresi
Model penelitian di atas menggambarkan suatu hubungan dimana satu atau lebih variabel (variabel independen) mempengaruhi variabel lainnya (variabel dependen). Oleh karena itu, analisis regresi akan digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini. Pengujian hipotesis 1 dan 2 akan dilakukan dengan pengujian signifikansi individual (uji t) dan pengujian hipotesis 3 akan dilakukan dengan pengujian signifikansi simultan (uji F). Pengujian-pengujian tersebut didasarkan pada persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + ε ε

dalam hal ini:
Y adalah transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah;
X1 adalah penyajian neraca daerah;
X2 adalah aksesibilitas laporan keuangan daerah;
a adalah konstanta;
b1 adalah slope regresi atau koefisien regresi dari X1;
b2 adalah slope regresi atau koefisien regresi dari X2; dan
ε adalah kesalahan residual (error term)


ANALISIS (INTERPRETASI) HASIL PENELITIAN

Tingkat Respon
Tingkat respon merupakan proporsi dari sampel yang melengkapi kuesioner. Menurut Punch (2003) tingkat respon sebesar 30%-40% atau kurang bukan sesuatu yang tidak umum bila distribusi surat dipilih dalam strategi pengumpulan data. Tabel 1 dan tabel 2 masing-masing menunjukkan tingkat respon keseluruhan dan proporsi respon dari masyarakat.

Tabel 1
Tingkat Respon Keseluruhan
Keterangan
DPRD
Masyarakat
Total
Kuesioner yang dikirim
160
50
210
Kuesioner yang kembali (hasil)
47
21
68
Kuesioner yang tidak dapat digunakan
1
-
1
Kuesioner yang dapat digunakan
46
(29%)
21
(42%)
67
(32%)

Tabel 2
Proporsi Respon Masyarakat
Keterangan
Pembayar Pajak (Perusahaan)
Akademisi
Total
Kuesioner yang dikirim
35
15
50
Kuesioner yang kembali (hasil)
9
12
21
Kuesioner yang tidak dapat digunakan
-
-
-
Kuesioner yang dapat digunakan
9
(26%)
12
(80%)
21
(42%)


Uji Hipotesis
Sebelum pengujian hipotesis dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pengujian kualitas data dengan uji validitas dan uji reliabilitas serta uji asumsi klasik (meliputi uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi dan uji normalitas). Data yang diperoleh dari hasil kuesioner telah lolos baik dari uji validitas, uji reliabilitas mupun uji asumsi klasik .

Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi
Hasil uji pada tabel 3 menunjukkan nilai R sebesar 0,703 yang berarti terdapat hubungan yang positif dan cukup kuat antara variabel dependen (Y) dan variabel independen (X1 dan X2). Besarnya R Square adalah 0,494 yang berarti bahwa variabilitas variabel dependen dipengaruhi oleh variabel independen sebesar 49,40%. Sedangkan sisanya sebesar 50,60% dipengaruhi atau disebabkan oleh variabel lainnya yang tidak termasuk dalam model regresi.


Uji Signifikansi Individual
Uji signifikansi individual digunakan untuk mengetahui atau mengukur pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil pengujian di bawah ini, variabel independen X1 (neraca daerah) dan X2 (aksesibilitas laporan keuangan) mempunyai nilai t-hitung masing-masing sebesar 3,788 dan 4,784 dan keduanya signifikan pada tingkat 0,000. Hasil uji ini menunjukkan bahwa variable X1 dan X2 secara individu berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen Y (transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah).

Uji Signifikansi Simultan
Uji pengaruh simultan digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara simultan mempengaruhi variabel dependen. Hasil uji ini dapat dilihat pada nilai F test sebesar 31,225 dan signifikan pada 0,000 yang berarti variabel X1 dan X2 secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel Y. Hal ini berarti penyajian neraca daerah dan aksesibilitas laporan keuangan secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.


SIMPULAN, IMPLIKASI DAN KETERBATASAN PENELITIAN

Simpulan
Simpulan dari pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
  1. Penyajian neraca daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah. Hal ini didukung dengan nilai t-hitung sebesar 3,788 pada tingkat signifikansi 0,000 yang berarti bahwa nilai t-hitung tersebut lebih besar dari nilai t-tabelnya. Adapun nilai t tabel (1-α/2; n-p) = t tabel (0,975; 64) adalah 1,98.
  2. Aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah. Hal ini didukung dengan nilai t-hitung sebesar 4,784 pada tingkat signifikansi 0,000 yang berarti bahwa nilai t-hitung tersebut lebih besar dari nilai t-tabelnya (1,98).
  3. Penyajian neraca daerah dan aksesibilitas laporan keuangan secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah. Hal ini didukung dengan nilai F-hitung sebesar 31,225 pada tingkat signifikansi 0,000 yang berarti bahwa nilai F-hitung tersebut lebih besar dari nilai F-tabelnya. Adapun nilai F tabel (1-α; p-1; n-p) = F tabel (0,95; 2; 64) adalah 3,075.
Implikasi
Hasil penelitian ini memberi beberapa implikasi, khususnya bagi pemerintah daerah dalam upayanya untuk mewujudkan dan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah, sebagai berikut:
  1. Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah secara lengkap (termasuk neraca daerah) dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum.
  2. Akuntabilitas yang efektif tergantung kepada akses publik terhadap laporan pertanggungjawaban maupun laporan temuan yang dapat dibaca dan dipahami. Untuk mendukung akuntabilitas yang efektif tersebut, pemerintah dapat mempublikasikan laporan keuangannya melalui media, seperti: surat kabar, majalah, radio, stasiun televisi, dan website (internet); dan forum yang memberikan perhatian langsung atau peranan yang mendorong akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat.
Keterbatasan Penelitian
Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yang harus diatasi dalam penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:
  1. Tingkat respon dari DPRD, sebagai responden utama, hanya 29%. Respon yang rendah jelas menimbulkan masalah apakah sampel masih representatif dari populasi dan apakah sampel menjadi tidak bias. Konsekuensinya tingkat respon dapat mempengaruhi validitas eksternal dari hasil penelitian.
  2. Responden yang berasal dari masyarakat hanya berasal dari perusahaan dan akademisi. Responden yang berasal dari perusahaan tidak termasuk lembaga keuangan. Hal ini mungkin menimbulkan masalah tingkat keterwakilan responden dari masyarakat. Oleh karena itu, pada penelitian berikutnya responden masih dapat diperluas lagi, misalnya: lembaga-lembaga keuangan (bank dan nonbank), lembaga swadaya masyarakat, pers.

DAFTAR PUSTAKA

Anondo, Daru. 2004. Laporan Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah sebagai Bagian Perwujudan Akuntabilitas Publik (Studi Kasus di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta). Tesis Program Pasca Sarjana UGM Yogyakarta.
Cooper, R. Donald dan Pamela S. Schindler. 2001. 7th Edition. Business Research Methods. New York: McGraw-Hill Irwin.
Diamond, Jack. 2002. Performance Budgeting – Is Accrual Accounting Required?. IMF Working Paper. Fiscal Affairs Department.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi 3. Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro.
Halim, Abdul. 2002. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
IMF. 2001. Manual on Fiscal Transparency. Fiscal Affairs Department. Tersedia di website: http://www.imf.org/external/np/fad/trans/manual/index.htm.
Jones, Rowan dan Maurice Pendlebury. 2000. Public Sector Accounting. 5th Edition. London: Prentice Hall.
Jones, D. B. 1985. The Needs of Users of Governmental Financial Reports. Government Accounting Standards Board.
Jogiyanto. 2004. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-Pengalaman. Yogyakarta: Penerbit BPFE.
Lembaga Administrasi Negara (2003). Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Mohamad, Ismail; Sjahruddin Rasul dan Haryono Umar. 2004. Konsep dan Pengukuran Akuntabilitas. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti.
Neter, John; William Wasserman dan G.A. Whitmore. 1993. Statistics. 4th Edition. Allyn and Bacon.
Governmental Accounting Standard Board. 1998. Governmental Accounting and Financial Reporting Standards. GASB, Norwalk, Conn.
Priest, A. N. 1999. Users of Local Government Annual Reports: Information Preferences. Accounting, Accountability and Performance, Vol. 5, No 3, pp. 49-62.
Punch, F. Keith. 2003. Survey Research – The Basics. London: SAGE Publication.
Republik Indonesia. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
____________. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
____________. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
____________. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan antara Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
____________. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
____________. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
____________. Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
____________. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggung-jawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Ryan, Christine; Trevor Stanley dan Morton Nelson. 2002. Accountability Disclosure by Queensland Local Government Councils: 1997-1999. Financial Accountability & Management, Vol. 18 (3).
Shende, Suresh dan Tony Bennett. 2004. Concept Paper 2: Transparency and Accountability in Public Financial Administration. UN DESA. http://www.unpan.org
Steccolini, Ileana. 2002. Local Government Annual Report: an Accountability Medium?. EIASM Conference on Accounting and Auditing in Public Sector Reforms, Dublin, September 2002. http://www.cergas.info
Yuliari, Gusti Ayu Putu. 2003. Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat Indonesia: Suatu Studi Eksploratif mengenai Kebutuhan dan Permintaan Stakeholder akan Informasi Keuangan Pemerintah. Tesis Program Pasca Sarjana UGM Yogyakarta.


3 komentar:

  1. salam.. boleh saya minta alamat email saudara... saya mau berdiskusi mengenai topik ini.. terima kasih..

    BalasHapus
  2. pagi, boleh saya minta full dokumen atas artikel ini?

    BalasHapus
  3. Assalamualaikum maaf menggangu wktu nya saya boleh minta tolong kirimkan artikel full nya ke email saya wijayanti.akt@gmail.com sebelumnya saya ucapkan terimakasih atas bantuannya..

    BalasHapus