Analisis Rasio Keuangan dalam Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
https://www.jurnalp4i.com/index.php/knowledge/article/view/1561
ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MENILAI KINERJA KEUANGAN DAERAH
Oleh:
Muhammad Saifrizal
Universitas Islam Kebangsaan Indonesia Email: muhammadsaifrizal@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui Rasio Keuangan Dalam Menilai Kinerja Keuangan Pada Kantor
Badan Pengelola Keuangan
Daerah (BPKD) di Kabupaten Bireuen.
Metode yang digunakan pada
penelitian ini merupakan metode penelitian kualitatif dengan model analisis
data rasio atau perbandingan. Sampel penelitian ini merupakan data mengenai
anggaran pendapatan belanja daerah dan laporan realisasi anggaran Kabupaten
Bireuen periode 2019- 2021. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Rasio
Efektivitas Kinerja Keuangan Kabupaten Bireuen
berada dalam kategori
sudah Efektif karena
rata-rata efektivitasnya adalah
di atas 100% yaitu 102,63%. Rasio Efisiensi Keuangan Daerah Kabupaten Bireuen termasuk dalam kategori
Efisien karena rata-rata rasionya 100,56%, meskipun
rata-rata Efisiensi nya sudah efisien,
biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Bireuen untuk memperoleh pendapatannya masih
cukup besar. Rasio Pertumbuhan Keuangan Daerah Kabupaten Bireuen bahwa
Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami pertumbuhan positif meskipun
terjadi gerak yang fluktuatif. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten
Bireuen tergolong masih sangat rendah dan pola kemandirian keuangannya masih
tergolong pola hubungan Instruktif karena masih tergolong dalam interval 0% -
25% dimana peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada pemerintah daerah
itu sendiri.
Kata Kunci: Analisis Rasio Keuangan,Meilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
ABSTRACT
This study aims to determine the Financial Ratios in
Assessing Financial Performance at the Office of the Regional Financial
Management Agency (BPKD) in Bireuen Regency. The method used in this study is a
qualitative research method with a ratio or comparison data analysis model. The
sample of this research is data regarding the regional expenditure budget and
the Bireuen Regency budget realization report for the 2019-2021 period. The
results showed that the Financial Performance Effectiveness Ratio of Bireuen
Regency was in the Effective category because the average effectiveness was
above 100%, namely 102.63%. The Regional Financial Efficiency Ratio of Bireuen
Regency is included in the Efficient category because the average ratio is
100.56%, although the average efficiency is already efficient, the costs incurred
by the Bireuen Regency
Government to obtain
revenue are still quite
large. The Regional Financial Growth
Ratio of Bireuen Regency shows that the Growth of Regional Original Income
(PAD) experienced positive growth despite fluctuating movements. The Regional Financial
Independence Ratio of Bireuen Regency
is still very low and the pattern
of financial independence is
still classified as an Instructive
relationship pattern because it is
still included in the 0% - 25% interval where the role of the central
government is more dominant than the local government itself
Keywords: Financial Performance Ratio, Regional Financial
Performance
PENDAHULUAN
Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat seiring dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan pemberian wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan daerahnya serta kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundang- undangan yang berlaku. Hak otonomi kepada masing-masing daerah atau kabupaten akan memberikan kebebasan untuk mengolah dan meningkatkan sumber pendapatannya, demi kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah tersebut.
Semakin tinggi realisasi pendapatan yang dicapai, hendaknya dapat mencerminkan semakin baik kinerja pemerintah daerah sesuai dengan hasil yang telah dicapai. Oleh sebab itu, masyarakat dituntut untuk lebih berfikir kritis terhadap kinerja pemerintah daerah, dibutuhkannya transparansi dan akuntabilitas publik oleh lembaga sektor publik. Akuntabilitas tidak sekedar menunjukkan kemampuan lembaga sektor publik dalam penggunaan uang publik, tetapi juga menunjukkan kemampuan memberikan jaminan dari penggunaan sumber-sumber dana publik termasuk pengalokasian sumber daya secara ekonomis, efisien dan efektif melalui pelaksanaan manajemen publik yang baik (Indrayani & Khairunnisa, 2018:114).
Kinerja
keuangan daerah merupakan kemampuan suatu pemerintah daerah untuk menggali serta mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah
untuk mendukung berjalannya sistem pemerintah daerah,
pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerah dengan tidak sepenuhnya
bergantung kepada pemerintah pusat serta mempunyai fleksibilitas dalam
menggunakan dana keuangan daerah untuk kepentingan masyarakat daerah sesuai
dengan peraturan yang berlaku (Syamsi, 2016). Pemerintah daerah perlu
menganalisis laporan keuangan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) untuk menilai kinerja keuangan daerah yaitu
dengan melakukan perhitungan rasio-rasio keuangan sehingga
diperoleh hasil analisis rasio keuangan yang selanjutkan dapat
dievaluasi, menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan sebagai tolak
ukur dalam meningkatkan kinerja keuangan pemerintah daerah pada periode
berikutnya. Analisis rasio
keuangan merupakan perbandingan antara dua angka yang
datanya diambil dari laporan keuangan yang digunakan untuk menginterpretasikan
perkembangan kinerja dari tahun ke tahun (Mahmudi, 2019:90).
Pengukuran Kinerja Keuangan sangat penting untuk menilai akuntabilitas pemerintah
daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah. Akuntabilitas bukan sekedar
kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi
kemampuan yang menunjukkan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara
efisien, efektif, dan ekonomis. Efisien berarti penggunaan dana masyarakat
tersebut menghasilkan output yang maksimal, efektif berarti penggunaan anggaran
tersebut harus mencapai target- target atau tujuan untuk kepentingan publik,
dan ekonomis berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah
dan kualitas tertentu pada tingkat harga yang paling murah (Mardiasmo,
2017:182).
Konsep Akuntansi Sektor Publik
Menurut Halim
& Kusufi (2014:3)
menyatakan bahwa: ”Akuntansi sektor publik adalah suatu proses pengidentifikasian,
pengukuran, pencatatan dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari suatu
organisasi atau entitas publik seperti pemerintahan, LSM, dan lain-lain yang
dijadikan sebagai informasi dalam rangka mengambil keputusan ekonomi oleh pihak-
pihak yang memerlukan.”
Kemudian menurut Bastian (2015:3) “Akuntansi sektor publik dijelaskan sebagai mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM, dan Yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek kerja sama antara sektor publik serta swasta. Peranan akuntansi membuktikan bahwa akuntansi sektor publik sangat diperlukan pada sektor pemerintahan agar terwujudnya prinsip pemerintahan yang good governance. Reformasi kelembagaan berkaitan dengan seluruh bagian pemerintahan baik strukur dan infrastruktur, selain itu untuk mendukung tercapainya pemerintahan good governance, maka diperlukan berbagai reformasi lanjutan yang berkaitan dengan sistem pengelolaan keuangan.
Menurut Mardiasmo (2017: 23), Adapun karakteristik good governance menurut UNDP, sebagai berikut:
1. Participation. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
Lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya.
2. Rule of law. Kerangka hukum
yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu,
3.
Transparency. Transparansi
dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Infromasi yang berkaitan
dengan kepentingan publik secara langsung dapat dipeoleh doleh mereka yang
membutuhkan.
4. Responsiveness. Lembaga-lembaga publik
harus cepat dan tanggap dalam melayani
stakeholder.
5. Consesnsus orientation.
Beriorentasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.
6. Equity. Setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan.
7. Efficiency and Effectiveness. Pengelolaan sumber
daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna
(efektif).
8. Accountability. Pertanggungjawaban kepada
publik atas aktivitas yang dilakukan.
9. Strategic vision. Penyelenggaraan pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh
kedepan.
Menurut Mardiasmo (2017:
5) :Akuntansi sektor
publik dinilai sebagai
sarang efisiensi, pemborosan,
sumber kebocoran, dan institusi yang selalu mengalami kerugian. Tuntutan muncul
agar organisasi sektor publik memperhatikan value
of money dalam menjalankan aktivitasnya. Value of money merupakan konsep dasar dalam pengelolaan organisasi
sektor publik yang berdasarkan pada elemen yaitu ekonomi, efisiensi, dan
efektivitas.
Kinerja Keuangan Daerah
Menurut Perpres Nomor 29 tahun 2014 tentang sistem akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah, kinerja adalah
keluaran/hasil dari kegiatan/program yang telah atau hendak dicapai sehubungan dengan penggunaan
anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Selanjutnya menurut Mahsun
(2012:25), Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan
suatu kegiatan / program/ kebijakan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, misi dan visi
organisasi yang tertuang dalam strategic
planning suatu organisasi.
Pemerintah
Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa
kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah pusat sesuai dengan urusan
pemerintah pusat yang diserahkan, kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak
dan retribusi daerah dan hak untuk
mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan perimbangan
lainnya, hak untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber-sumber
pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan.
Kinerja
keuangan daerah merupakan tingkat capaian dari suatu hasil kerja daerah dengan
menggunakan indikator keuangan yang telah ditetapkan sebelumnya dengan tujuan
untuk mengetahui kemampuan suatu daerah dalam mengelola keuangannya. Bentuk
kinerja tersebut berupa rasio
keuangan yang terbentuk dari unsur Laporan
Pertanggungjawaban Kepala Daerah.
Kinerja keuangan daerah menurut Mariani, (2013:64) adalah kemampuan suatu daerah dalam menggali serta mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah untuk memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat daerah serta pembangunan daerahnya tidak bergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat sehingga mempunyai keleluasaan dalam mengelola dana keuangan untuk kepentingan masyarakat daerah sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan.
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Menurut
Bastian (2010:9) menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan tentang
pencapaian kinerja program, realisasi
dalam mencapai target
pendapatan, realisasi penyerapan belanja serta realisasi
penyerapan pembiayaan. Proses pelaporan dilakukan dengan mengacu pada Standar
Akuntansi Pemerintah. Selanjutnya laporan keuangan daerah akan diaudit oleh
audit independen. Setelah diaudit akan didistribusikan kepada DPRD dan
dipublikasikan kepada masyarakat daerah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah, bahwa laporan
keuangan pemerintah terdiri
dari laporan pelaksanaan anggaran dan laporan
financial, seluruh komponen laporan keuangan pemerintah daerah adalah sebagai
berikut : 1. Laporan Realisasi Anggaran
Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar
sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh
pemerintah pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode
pelaporan. Unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan
Realisasi Anggaran terdiri dari
pendapatan-LRA, belanja, transfer, dan pembiayaan. Masing-masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut
:
a) Pendapatan-LRA;
adalah penerimaan oleh Bendahara Umum Negara/Bendahara Umum Daerah
atau oleh entitas
pemerintah lainnya yang menambah
Saldo Anggaran Lebih dalam
periode tahun anggaran
yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah,
dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.
b) Belanja adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum Negara/Bendahara Umum Daerah yang
mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang
tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.
c) Transfer adalah
penerimaan atau pengeluaran uang oleh suatu entitas pelaporan dari/kepada
entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.
d) Pembiayaan (financing) adalah setiap
penerimaan/pengeluaran yang tidak berpengaruh pada kekayaan bersih entitas yang
perlu dibayar kembali dan/atau akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran
pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus
anggaran.
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
Laporan Perubahan
Saldo Anggaran Lebih menyajikan informasi kenaikan atau penurunan Saldo
Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
3. Neraca
Neraca
menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban,
dan ekuitas pada tanggal tertentu. Unsur yang dicakup terdiri dari aset,
kewajiban dan ekuitas.
4. Laporan Operasional
Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi
yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola
oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode
pelaporan. Unsur yang dicakup dalam Laporan Operasional terdiri dari pendapatan-LO,
beban, transfer, dan pos-pos luar biasa.
5. Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas
menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasi, investasi,
pendanaan, dan transitoris yang menggambarkan saldo awal, penerimaan,
pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu. Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari
penerimaan dan pengeluaran kas.
6. Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun
pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
7. Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. Tujuan penyajian Catatan atas Laporan Keuangan adalah untuk meningkatkan transparansi Laporan Keuangan dan penyediaan pemahaman yang lebih baik, atas informasi keuangan pemerintah.
Analisa Rasio Keuangan
Daerah
Menurut Mahsun (2012:135), Analisis Laporan Keuangan merupakan alat yang digunakan dalam memahami masalah dan peluang yang terdapat dalam laporan keuangan. Penggunaan analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD belum banyak dilakukan, sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara bulat mengenai nama dan kiadah pengukurannya. Menurut Halim Abdul (2014:4) dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian dalam APBD berbeda dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan swasta Analisis laporan keuangan adalah suatu cara bagaimana memahami, menafsirkan angka angka dalam laporan keuangan, mengevaluasi dan menggunakan informasi keuangan yang digunakan dalam pembuatan keputusan. Hasil dari perhitungan rasio-rasio keuangan perlu diinterpretasikan, sehingga dapat dievaluasi dan selanjutnya dapat digunakan dalam pengambilan keputusan (Mahmudi, 2019:10).
Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pengertian Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut
Mardiasmo, (2018:146) yang mengatakan bahwa definisi Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu merupakan perbandingan
antara outcome dan output yang mengarah pada tingkat
pencapaian hasil program yang telah disusun dan direncanakan dengan target yang
telah ditetapkan.
Pengertian efektivitas berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu operasi pada sektor publik sehingga suatu kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat yang merupakan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Rasio efektivitas merupakan tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau prestasi yang dicapai oleh pemerintah daerah yang diukur dengan membandingkan realisasi pendapatan dengan anggaran pendapatan, dalam satuan persen (Suyana Utama, 2018:76).
Rasio Efisiensi Keuangan
Daerah
Menurut mulyadi (2014:85) mengemukakan bahwa: “efisiensi adalah ketepatan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga dan biaya. Efisiensi juga berarti rasio input dan output biaya dan keuntungan. Pengukuran tingkat efisiensi ini untuk mengetahui seberapa besar efisiensi dari pelaksanaan suatu kegiatan dengan mengukur input yang 30 digunakan dan membandingkan dengan output yang dihasilkan yang memerlukan data-data realisasi belanja dan realisasi pendapatan.
Rasio Efisiensi Keuangan Daerah (REKD) menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah dalam melakukan pemungutan pendapatan dikategorikan efisien apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau di bawah 100%.
Rasio Pertumbuhan
Rasio pertumbuhan (growth ratio)
mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan dan mempertahankan keberhasilan yang telah dicapai
dari periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan
untuk masing-masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, sehingga dapat
digunakan untuk mengevaluasi potensi- potensi yang perlu mendapat perhatian
(Halim, 2016:113).
Rasio pertumbuhan bermanfaat untuk mengatahui apakah pemerintah daerah dalam tahun anggaran bersangkutan atau selama beberapa periode anggaran, kinerja anggarannya mengalami pertumbuhan pendapatan atau belanja secara positif atau negatif (Mahmudi 2019:138). Rasio ini mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari satu periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan untuk mengevaluasi potensi-potensi mana yang perlu mendapatkan perhatian (Bastian 2015:241).
Rasio Kemandirian Keuangan
Daerah
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD) menurut (Mahmudi, 2019:140)
yang menyatakan bahwa Rasio
Kemandirian Keuangan Daerah
ini menjelaskan tentang
kemampuan keuangan daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah
daerah. Rasio ini dapat dihitung dengan metode
yaitu membandingkan jumlah Pendapatan Asli Daerah dengan jumlah
pendapatan sumber lainnya seperti bantuan dari pemerintah pusat dan pinjaman
daerah. Semakin tinggi rasio ini maka semakin tinggi kemandirian keuangan
daerah tersebut.
Menurut
Suyana Utama (2018:54), rasio kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan
pemerintah daerah dalammembiayai sendiri kegiatan. Tingkat Kemandirian Keuangan daerah
ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain,
misalnya bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman.
Pengertian Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD) menurut Halim
Abdul, (2017:5) menyatakan bahwa menunjukkan tingkat
kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah,
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan
retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.
METODE PENELITIAN
Ditinjau dari data yang akan digunakan maka jenis penelitian yang
digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Adapun yang dimaksud
dengan jenis penelitian kualitatif yaitu
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus dengan memanfaatkan berbagai
metode ilmiah (Arikunto, 2013:6).
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yang dilakukan dengan mengumpulkan dan menyajikan data yang diterima dari Pemerintah Kabupaten Bireuen berupa data-data jumlah anggaran pendapatan dan belanja daerah, realisasi pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Bireuen sehingga memberikan gambaran yang cukup jelas untuk penulis menganalisis serta membandingkan dengan teori yang ada.
Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan cara mengorganisasikan data, memilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya dan menemukan pola, menemukan apa yang paling penting dan yang dipelajari, dan memutuskan yang dapat diceritakan kepada orang lain. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif interaktif. Analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bireuen terbentuk
berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2016 tentang Organisasi Lembaga
Teknis Daerah Kabupaten serta Pedoman Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsinya
berdasarkan Peraturan Bupati Bireuen Nomor 31 Tahun 2016 tentang Tugas Pokok,
Fungsi, Uraian Tugas dan Tata Kerja Badan Pengelola Keuangan Daerah.
Satuan Kerja Perangkat Daerah Badan Pengelola Keuangan Daerah merupakan
unit organisasi pemerintah daerah pelaksana fungsi staf yang bertugas
merumuskan kebijakan umum dibidang Pengelolaan Keuangan dan Asset
Daerah, melaksanakan perbendaharaan, dan melaksanakan Akuntansi Pemerintah Daerah.
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi
diperlukan sebuah kebijakan sebagai petunjuk, pedoman, serta sasaran yang ingin
dicapai. Kebijakan itu diwujudkan dalam
sebuah rencana strategis yang digunakan sebagai dasar penilaian capaian kinerja, maka
gambaran Akuntabilitas Kinerja Badan Pengelola Keuangan Daerah disesuaikan
dengan program dan kegiatan yang dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2019-2021.
Rasio Efektivitas PAD menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam
merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan
berdasarkan potensi riil daerah. Semakin tinggi Rasio Efektivitas PAD, maka
semakin baik kinerja pemerintah daerah.
Hasil
perhitungan rasio efektifitas PAD maka dapat kita jelaskan bahwa pada tahun
anggaran 2019 Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Bireuen
memiliki rasio sebesar 109,98% dengan kriteria adalah efektif atau sangat baik.
Selanjutnya pada tahun anggaran 2020 Kabupaten Bireuen memiliki rasio
efektifitas PAD adalah sebesar 96,18% dengan kriteria adalah cukup efektif atau
dalam kategori baik. Kemudian pada tahun 2021 Kabupaten Bireuen memiliki rasio
efektifitas Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bireuen periode 2019 – 2021 adalah
sebesar 101,74% dengan kriteria adalah efektif atau sangat baik. Efektivitas berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu operasi pada sektor publik sehingga
suatu kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai pengaruh
besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat yang merupakan
sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Rasio
Efisiensi Keuangan Daerah (REKD) menggambarkan perbandingan antara besarnya
biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan
yang diterima. Efisiensi yang rendah meyebabkan banyaknya layanan publik
dijalankan apa adanya secara tidak
efisien dan kurang
sesuai dengan tuntutan
dan kebutuhan publik,
sementara dana pada anggaran
daerah yang pada dasarnya merupakan
dana publik sebagian
dibelanjakan untuk belanja pegawai.
Hasil perhitungan rasio Rasio Efisiensi Keuangan Daerah (REKD) maka dapat kita jelaskan bahwa pada tahun anggaran 2019 Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Bireuen memiliki rasio sebesar 100,84% dengan kriteria adalah efesiensi atau berimbang. Selanjutnya pada tahun anggaran 2020 Kabupaten Bireuen memiliki rasio Rasio Efisiensi Keuangan Daerah (REKD) adalah sebesar 100,25% dengan kriteria adalah efesiensi berimbang atau dalam kategori baik. Kemudian pada tahun 2021 Kabupaten Bireuen memiliki Rasio Efisiensi Keuangan Daerah (REKD) Kabupaten Bireuen periode 2019 – 2021 adalah sebesar 100,58% dengan kriteria adalah efesiensi berimbang atau baik.
Rasio
pertumbuhan mengukur seberapa besar kemampuan Pemerintah Daerah dalam
mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari periode
satu ke periode berikutnya, baik dilihat dari sumber pendapatan maupun
pengeluaran. Rasio Pertumbuhan bermanfaat untuk mengetahui apakah pemerintah
daerah dalam tahun anggaran bersangkutan atau selama periode anggaran, Kinerja
Keuangan APBD-nya mengalami pertumbuhan secara positif ataukah negatif.
Tentunya diharapkan pertumbuhan pendapatan secara positif dan kecenderungannya
(trend) meningkat. Sebaliknya jika terjadi pertumbuhan yang negatif,
maka hal itu akan menunjukkan terjadi penurunan Kinerja
Keuangan Pendapatan Daerah.
Rasio
Pertumbuhan Keuangan Daerah Kabupaten Bireuen di atas dapat dilihat bahwa
Pertumbuhan PAD mengalami pertumbuhan positif meskipun fluktuatif. Pertumbuhan
PAD Kabupaten Bireuen Mengalami pertumbuhan paling tinggi pada tahun 2021
sebesar 6,86%. Realisasi Pendapatan Daerah juga mengalami pertumbuhan dari
tahun ke tahun, dengan pertumbuhan rata-rata
sebesar 3,05%. Belanja Operasi rata-rata
pertumbuhannya sebesar 2,54
%, dan pertumbuhan rata-rata Belanja Modal sebesar 22,24%.
Rasio Kemandirian Keuangan
Daerah (RKKD) menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri
kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah
membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.
Berdasarkan hasil perhitungan Rasio Pertumbuhan Keuangan Daerah Kabupaten
Bireuen periode 2019 – 2021 pada tabel 4.6. di atas diketahui bahwa kemampuan
keuangan BKPD Kabupaten Bireuen
tergolong masih sangat
rendah dan pola hubungannya termasuk
pola hubungan instruktif dimana peranan pemerintah pusat lebih dominan
dari pada kemandirian pemerintah daerah (daerah yang tidak mampu melaksanakan
otonomi daerah). Nilai terendah terjadi pada tahun 2019 dimana nilainya sebesar
9,03% dan nilai tertinggi terjadi pada tahun 2021 yaitu sebesar 10,00%.
Berikutnya
pada tahun 2020 dengan nilai 9,68% dengan tingkat pola hubungan yaitu
instruktif. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap
bantuan dari pihak ekstern (terutama bantuan dari pemerintah pusat dan
provinsi) masih sangat tinggi.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan sebelumnya maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Rasio Efektivitas
Kinerja Keuangan Kabupaten Bireuen berada dalam kategori sudah Efektif karena
rata-rata efektivitasnya adalah di atas 100% yaitu 102,63%. Hal ini disebabkan karena penerimaan dari sektor pajak
dan retribusi daerah
melebihi dari yang dianggarkan sebelumnya. Pemerintah
Kabupaten Bireuen juga dapat dikatakan memiliki kinerja yang baik dalam hal
merealisasikan PAD yang telah direncanakan, namun untuk tetap mempertahankan
hal tersebut, Pemerintah Daerah harus terus mengoptimalkan penerimaan dari
potensi pendapatannya yang telah ada.
2. Rasio Efisiensi Keuangan Daerah Kabupaten Bireuen termasuk dalam
kategori Efisien karena rata-rata rasionya 100,56%, meskipun
rata-rata Efisiensi nya sudah efisien,
biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Bireuen untuk
memperoleh pendapatannya masih cukup besar.
3. Rasio Pertumbuhan
Keuangan Daerah Kabupaten Bireuen bahwa Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami pertumbuhan positif meskipun terjadi
gerak yang fluktuatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara
rata-rata Pemerintahan Kabupaten Bireuen periode 2019-2021 terjadi pertumbuhan
yang relative positif walaupun adanya fluktuasi dalam beberapa periode.
4. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten Bireuen tergolong masih sangat rendah dan pola hubungannya termasuk pola hubungan instruktif. Nilai terendah terjadi pada tahun 2019 dimana nilainya sebesar 9,03% dan nilai tertinggi terjadi pada tahun 2021 yaitu sebesar 10,00% dengan nilai rata-rata yaitu 9,57%. Pola kemandirian keuangannya masih tergolong pola hubungan Instruktif karena masih tergolong dalam interval 0% - 25% dimana peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada pemerintah daerah itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan dari pihak ekstern (terutama bantuan dari pemerintah pusat dan provinsi) masih sangat tinggi.
DAFTAR
PUSTAKA
Anim Rahmawati, 2016. Analisis Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo Tahun Anggaran 2011-2013.
Agustina, Oesi, (2013). Jurnal Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan
Daerah dan Tingkat Kemandirian Daerah Di Era Otonomi Daerah: Studi Kasus Kota
Malang (Tahun Anggaran 2007-2011). Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Brawijaya
Amin, Fadillah. 2019. Penganggaran Di Pemerintah Daerah Dalam
Perspektif Teoritis, Normatif, dan Empiris. Cetakan Pertama. Malang: UB Press.
Ardhini. 2017. Pengaruh
rasio keuangan daerah
terhadap belanja modal
untuk pelayanan public dalam prespektif teori keagenan
(studi pada kabupaten dan kota di jawa tengah). Skripsi, Universitas
Diponegoro, Semarang.
Arikunto, Suharsimi. 2013. Metodologi Penelitian. Penerbit PT. Rineka
Cipta. Jakarta. Bastian, Indra. 2015.
Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar. Yogyakarta: Erlangga. Darise, N.
2018. Akuntansi Keuangan Daerah, Jakarta: PT Indeks.
Faud,
Ramli Muhammad. 2016. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Ghalia
Indonesia. Bogor.
Halim, Abdul. 2016. Akuntansi Keuangan Daerah, Akuntansi Sektor Publik.
Salemba Empat, Jakarta.
Halim, Abdul dan Kusufi M. Syam . 2014.
Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi. Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat.
Heri Susanto (2019)
Analisis Rasio Keuangan
Untuk Mengukur Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah
Kota Mataram.
Indrayani, & Khairunnisa. (2018). Analisis Pengukuran Kinerja Dengan Menggunakan Konsep Value for Money Pada Pemerintah Kota Lhokseumawe ( Studi
Kasus Pada Dpkad Kota Lhokseumawe
Periode 2014-2016 ). Akuntansi Dan Keuangan, 6(1), 1–10
Lazyra. 2016. Analisis Rasio Keuangan Daerah dalam Menilai Kinerja
Keuangan Pemerintah Kota Medan.Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara.
Listiyani Natalia dan Tutut Dewi Astuti. 2015. Analisis Laporan
Keuangan Dalam Mengukur Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Kabupaten Sleman.
Mahmudi.
2019. Manajemen Kinerja
Sektor Publik, UPP AMP YKPN,
Yogyakarta.
Mahsun, Mohammad. 2012. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Edisi Ketiga. BPFE,.
Yogyakarta.
Mardiasmo. 2017. Akuntansi sektor
publik. Andi, Yogyakarta.
Masdiantini,
Erawati. 2016. Pengaruh Ukuran Pemerintah
Daerah, Kemakmuran, Intergovernmental Revenue, Temuan Dan Opini Audit Bpk Pada
Kinerja Keuangan. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana.14.2. ISSN:
2302-8556.
Mega Oktavia Ropa (2016) Analisis
Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan.
Mulyadi . 2014 . Akuntansi Biaya. Edisi-5. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Nugraha. 2019. Pengaruh Profitabilitas, Leverage, dan Likuiditas Terhadap
Nilai Perusahaan.
Jurnal Mirai Management, 5(2), 370-377. (e-ISSN : 2597
– 4084).
Novira Sartika dan Adrian Irnanda Pratama
(2019) Analisis Rasio Keuangan Dalam Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah
Kabupaten Siak Tahun Anggaran 2012-2016.
Perpres Nomor 29 tahun 2014 tentang sistem akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah Peraturan
Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintah
Rahayu, Cici. 2016. “Pengaruh Audit Kinerja Sektor Publik Dan
Pengawasan Fungsional Terhadap Akuntabilitas Publik pada Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) di Pemerintah Kota Cimahi”.
Rudianto, 2012, Pengantar Akuntansi Konsep & Teknik Penyusunan. Laporan
Keuangan, Penerbit : Erlangga, Jakarta.
Ropa,
Mega Oktavia. (2016). Analisis
Kinerja Keuangan Pemerintah. Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal EMBA, Vol.4
No.2 Juni. 2016
Sartika, 2019. Analisis Laporan Realisasi Anggaran Belanja Pada Dinas
Kehutanan Sumatera Selatan. Universitas Tridinanti Palembang.
Syamsi S. Ibnu. 2016. Efisensi, Sistem, dan Prosedur Kerja. Jakarta : PT Bumi Aksara. Sugiri, S. S. & Riyono, B. A. (2018). Akuntansi Pengantar 1. Yogyakarta: STIM. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar